Maandag 23 September 2013

ETIKA DAN SIKAP ILMIAH DALAM FILSAFAT ILMU

BAB I
Pendahuluan
A.    LATAR BELAKANG
Mempelajari filsafat berarti include mempelajari sederet tokoh ahli dan pikiran-pikiran yang diproklamirkannya. Namun perlu ditegaskan pikiran-pikiran dimaksud adalah suatu pikiran yang disebut pikiran filsafat. Karena tidak semua aktifitas berfikir tidak bisa disebut berfikir filsafat. Profesor Cecep Sumarna dalam bukunya, Filsafat Ilmu dari Hakikat menuju Nilai, telah memberikan batasan-batasan suatu pikiran disebut berfikir filsafat, yaitu :
1. Radikal
2. Sistemik
3. Universal
Melalui berfikir filsafat seperti itulah banyak persoalan dan pertanyaan-prtanyaan dari yang ada dan yang tidak ada tapi ada bisa dicarikan jawabannya. Dalam tataran ini cukup dimengerti apabila produk pemikiran filsafat mempengaruhi dan menjadi idiologi suatu masyarakat dari yang terkecil sampai dalam bentuknya yang paling besar yaitu Negara. Nalar ini dapat dilihat dari makna filsafat yang diurmuskan kepada dua hal: Pertamafilsafat sebagai teori dan, Keduafilsafat sebagai jalan hidup.
Dalam maknanya seperti itu, dapatlah dijelaskan bahwa filsafat telah memberikan konsep-kosep metafisik dan kosmis yang bergerak di jagat raya ini dan merupakan dasar dari perenungan, pencarian dalam filsafat. Sebagaiman telah menjadi dasar pemikiran filsafat, bahwa ada tiga hal besar dan cabang utama dalam filsafat yaitu; ontology, efistimologi dan aksiologi.
Bagaimanakah persoalan filsafat ini memberi makna teoritis dan makna jalan hidup bagi manusia dalam tulisan ini akan dicoba untuk menguraikannya, namun demikian pembahasan lebih dikhususkan dalam persoalan aksiologinya. Berikut ini uraiannya.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    ETIKA DALAM FILSAFAT ILMU
1.      Pengertian Etika
Etika adalah ilmu yang kritis . ia tidak boleh dicampurkan dengan sebuah system moralitas . Etika adalah filsafat yang mempertanyakan dasar rasional system – system moralitas yang ada. Sebagai refleksi kritis etika sebagai moralitas muncul pertama kali di Yunani . pada saat itu masyarakat Yunani sedang mengalami semacam masa pancaroba social budaya . norma-norma dan nilai-nilai tradisional mulai dipertanyakan . dalam situasi seperti itu kebutuhan akan etika timbul . Etika membantu dalam mencari orientatasi terhadap norma-norma dan nilai-nilai yang ada , baik  yang tradisional ,maupun yang baru yang menewarkan diri sebagai alternative atau saingan. [1]
Etika  juga ilmu yang membahas perbuatan manusia baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Etika disebut pula akhlak atau disebut pula moral. Apabila disebut “akhlaq” berasal dari bahasa Arab. Apabila disebut moral berarti adat kebiasaan. Istilah moral berasal dari bahsa Latin Mores.Tujuan mempelajari etika adalah untuk mendapatkan konsep yang sama mengenai penilaian baik dan buruk bagi semua manusia dalam ruang dan waktu tertentu. Etika biasanya disebut ilmu pengetahuan normatif sebab etika menetapkan ukuran bagi perbuatan manusia dengan penggunaan norma tentang baik dan buruk.
Menurut Sunoto (1982) etika dapat dibagi menjadi etika deskriptif dan etika normatife. Etika deskriptif hanya melukiskan, menggambarkan, menceritakan apa adanya, tidak memberikan penilaian, tidak mengajarkan bagaimana seharusnya berbuat. Contohnya sejarah etika. Adapun etika normatif sudah memberikan penialaian yang baik dan yang buruk, yang harus dikerjakan dan yang tidak harus dikerjakan. Etika Normatif dapat dibagi menjadi dua yaitu etika umum dan etika khusus. Etika Umum membicrakan  prinsip-prinsip umum, seperti apakah nilai, motivasi suatu perbuatan, suara hati, dan sebagainya. Etika Khusus adalah pelaksanaan prinsip-prinsip umum, seperti etika pergaulan, etika dalam pekerjaan, dan sebagainya. [2]
Adapula yang mengajukan penggolongan filsafat kedalam tujuh persoalan, seperti H. De Vos sebagai berikut:
1. Metafisika
2. Logika
3. Ajaran tentang ilmu pengetahuan
4. Filsafat alam Filsafat kebudayaan Filsafat sejarah
5. Etika[3]
Ahmad tafsir, membuat penggolongan filsafat dengan istilah sistematiak filsafat, menjelaskan sistematika filsafat biasanya terbagi atas tiga cabang yaitu: Teori pengetahuan, teori hakikat dan teori nilai (etika). Sebagai seorang islam,tentu saja pilihan etika adalah etika islam .hal ini bukan karena konsekuensi iman saja tetapi juga karena etika Islam bukan sekedar teori tetapi juga pernah dipraktikkan oleh sejumlah manusia dalam suatu zaman sehingga mereka muncul sebagai peyelemat dunia dan pelopor peradaban . Etika Islam berbeda dengan etika lain , mempunyai sosok dalam diri Muhammad SAW menjadi teladan yang indah dalam konteks etika islam (Rahmat 1989:160).[4]
Dari sejumlah fenomena alam yang teramati seorang ilmuan memiliki masalah mana yang patut mendapatkan perhatian .bila masalah ini telah diidentifikasikan dan dirumuskan lebih lebih tegas, maka dilakukan proses pengamatan dan pengamatan dan pengukuran ditarik kesimpulan yang boleh jadi berbentuk pengujian teori. Bila teori ini digunakan untuk memecahkan masalah-masalah praktis atau membimbing kegiatan operasional,maka berarti kita sudah masuk ke dalam penerapan ilmu,kita akan melihat bahwa dalam seluruh tahap ini etika tidak dapat diabaikan ,tau dipinggirkan.
Dengan rumusan ruanglingkup filsafat sebagaimana diuraikan di atas, menjelaskan bahwa salah satu kajian besar dalam filsafat adalah persoalan etika dan juga estetika, yang dalam beberapa hal sering pula disepadankan dengan sopan santun atau moral.

2.   Macam-macam etika
Berbagai keterangan di atas, telah menjelaskan pemaknaan etika yang mencakupi tataran filosofis hal ini karena etika adalah merupakan bagian kajian kefilsafatan. Dalam waktu yang bersamaan kajian tidak bias dilakukan tanpa menyangkutkannya dengan tataran perksisnya yaitu tindakan manusia itu sendiri. Dalam konteksnya yang seperti itu, studi etika atau fisafat moral ini, dikatagorikan kedalam rumusan-rumusan sebagai berikut:

Cecep sumarna membagi kajian filsafat etika kedalam:
a. Etika normatif, etika yang mengkaji tentang baik buruknya tingkah laku.
b. Etika praktis, kajian etika biasanya menyangkut soal tindakan yang harus dilakukan oleh manusia.[5] 
Louis O. Kattsoff bahkan telah megkatagorikan kajian filsafat etika ini menjadi tiga macam. 
a. Etika deskriptif, yaitu melukiskan predikat-predikat dan tanggapantanggapan kesusilaan yang telah diterima dan dipergunakan
b. Etika Normatif, yaitu yang bersangkutan degan penyaringan ukuran-ukuran kesusilaan yang khas.
c. Etika praktis, yaitu menyangkut hal yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat berdasarkan pilihan terbaik dalam melakukan suatu tindakan. Macam ini lebih mirip dengan apa yang disebut dengan etika terapan.

3.      Aliran-Aliran Etika
        Ada beberapa teori etika, Endang saefuddin Anshari misalnya menyebutkan ada enam aliran penting dalam persoalan etika yaitu:
1. Aliran etika Naturalisme, ialah aliran aliran yang beranggapan bahwa kebahagiaan manusia itu didapatkan dengan menurutkan panggilan natura (fitrah) kejadian manusia sendiri.
2. Aliran etika hedonism, ialah aliran yang berpendapat bahwa perbuatan susila itu adalah perbuatan yang menimbulkan hedone (kenikmatan dan kelezatan)
3. Aliran etka utilitarianisme ialah aliran yang menilai baik dan buruknya perbuatan manusia itu ditinjau dari besar kecil dan besarnya manfa’at bagi manusia.
4. Aliran etika idealism, yaitu aliran yang berpendirian bahwa perbuatan manusia janganlah terikat pada sebab musabab lahir, tetapi haruslah berdasarkan pada prinsif kerohanian (idea) yang lebih tinggi.
5. Aliran etika vitalisme, yaitu aliran yang menilai baik dan buruknya perbuatan manusia itu ada tidak adanya daya hidup (vital) yang maksimum mengendalikan perbuatan itu.
6. Aliran etika theologies, yaitu aliran yang berkeyakinan bahwa ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia itu dinilai dengan sesuai dan tidaknyasesuainya dengan perinah Tuhan (Theos=tuhan). Nilai dalam hal ini ditentukan oleh Tuhan (Islam).

4.      Etika dan moral
Seperti banyak disinggung sebelumnya, ada penyepadanan antara etika dengan moral, norma-norma dan juga etika. Penyepadanan ini seringkali ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Pada kenyataannya pada masing-masing istilah khususnya moral dan etika terdapat perbedaan yang justru cukup signifikan. Dalam buku Etika Islam Telaah Pemikiran Filsafat Moral Raghib Al-Isfahani, K.Bertens seperti dikutip oleh Amril M. menuliskan bahwa moral itu adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Seperti K.Bertans, Loren Bagus juga menuliskan bahwa moral diantaranya menyangkut persoalan kegiatan-kegiatan manusia yang dipandang sebagai baik-dan buruk, benar salah, tepat tidak tepat, atau menyangkut cara seseorang bertingkah laku dalam hubungan dengan orang lain.[6]]
Sama seperti pengertian di atas. Frans Magis Suseno, seperti di ulas oleh Cecep Sumarna menjelaskan bahwa moral dengan etika itu berbeda. Moral lebih cenderung parsial dan biasanya dianut dan diikuti oleh setiap komunitas masyarakat yang juga parsial  Lebih luas lagi dijelaskan bahwa moral selalu mengacu pada benar salahnya manusia dalam melakukan tindakanperilakunya sebagai manusia. Moral adalah bidang kehidupan diloihat dari segi kebaikan dan keburukannya sebagai manusia.
Sedangkan etika memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan moral. Etika atau filsafat moral selain seorang dituntut dapat berprilaku sesuai dengan norma-norma atau nilai-nilai tertentu, melainkan juga dituntut mampu mengetahui dan memahami system, alas an-alasan dan dasar-dasar moral serta konsep-konsep secara rasional guna mencapai kehidupan yang lebih baik
Etika bedanya dari moral adalah merupakan konsepsi metaetika(pemikiran kritis yang mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan mengenai moral), ia adalah ilmu bukan suatu ajaran, etika tidak mengajarkan bagaimana bagaimana manusia hidup melainkan memberikan pengertian-pengertian mengapa manusia harus mengakui suatu moral tertentu. Oleh karena itu disini letak fungsinya etika yaitu untuk mensistematisasi moralitas atau dapat juga disebut metode untuk memahami ajaran moral. Oleh karena itu yang dihasilkan etika bukan kebaikan secara langsung melainkan suatu pengertian yang mendasar dan kritis.

B.   Sikap Ilmiah
Sikap ilmiah merupakan sikap yang harus dimiliki para ilmuan karena sikap ilmiah ini merupakan suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah. Sikap adalah manifestasi operasionalisasi jiwa. Berpikir termasuk tingkat kejiwaan manusia yang disebut kognisi yang terjadinya adalah kerena adanya kesadaran dalam dirinya yang memiliki kekuatan rohaniah. Oleh karena berpikir itu selalu mengarah dan diarahkan kepada suatu objek pemikiran, maka sikap ini merupakan penampakan dasar pokok bagi pemikiran ilmiah. Jadi ilmiah ini dapat dikatakan sebagai manifestasi operasionalisasi dari seseorang yang memiliki jiwa ilmiah. Dengan demikian jiwa ilmiah dapat diketahui dari sikap ilmiahnya sebagai keseluruhan dan pengejawantahan jiwa ilmiah. Sikap ilmiah ini antara lain Nampak pada sikap , yaitu:

1). Objektif
Sikap objektif ini diartikan sebagai sikap menyisihkan prasangka – prasangka pribadi (personal bias) atau kecenderungan yang tidak beralasan. dengan kalimat lain, dapat melihat secara riil apa asanya mengenai kenyataan objek. Karena dalam suatu penyelididikan yang dipentingkan adalah objeknya, maka pengeruh subjek dalam membuat deskripsi, analisis dan hipotesis seharusnya dilepaskan jauh-jauh. Walaupun tidaklah mungkin kita menemukan objektivitas yang absolute sebab ilmu itu sendiri merupakan banyaknya akan ituk mewarnainya tetapi sikap objektif ini sekurang-kurangnya , minimal dapat memperkecil pengaruh perasaannya sendiri dan mempersempit prangka sikap tanpa pamrih. Sebab betapapun kecilnya pamrih yang tersertakan dalam suatu penijauan tentu dapat memutar balikkan keadaan yang sebenarnya , bahkan menimbulkan arbitrarisme atau sliptisisme.

2). Serba relatif
Ilmiah tidak mempunyai maksud untuk mencari kebenaran mutlak. Ilmu tidak mendasarkan kebenaran ilmiahnya atas beberapa postulat yang secara apriori dalam ilmu sering digunakan oleh teori-teori lain. Dan terutama untuk mengugurkan teori-teori sebelumnya yang sudah diterima.

3). Skeptis
Adapun yang termasuk sikap skeptic adalah selalu ragu terhadap pernyataan –pernyataan yang belum cukup kuat dasar bukti, fakta-fakta maupun persaksian- persaksian autoritas dengan diikuti sikap untuk dapat menyusun pemikiran-pemikiran baru. Atau sikap ini diatikan juga sebagai sikap tidak cepat puas dengan jawaban tunggal. Kemudian ditelitinya lagi guna membanding-bandingkan fenomena-fenomena yang serupa tentang hokum alam, hipotesis, teori, dugaan, dan atau pendapat pendapat bahkan yang lebih actual lagi .

4) . Kesabaran Intelektual
Sikap sanggup menahan diri dan kuat untuk tidak menyerah kepada tekanan-tekanan maupun intimidasi agar kita menyatakan suatu pendirian ilmiah karena agar kita menyatakan suatu pendirian ilmiah karena memang belum tuntas dan belum cukup lengkap hasil penelitian kita tentang sesuatu objek kajian ilmiah adalah sikap utama ahli ilmu.

5). Kesederhanaan
Sebagai sikap ilmiah, maka kesederhanaan adalah sikap yang ditampilkan dalam cara berpikir, mengemukakan pendapat dan cara pembuktian. Sikap sederhana adalah sikap tengah-tengah antara kesombongan intelektual dan stagnasi atau antara superioritas. Termasuk sikap sederhana adalah sikap terbuka bagi semua kritikan, berjiwa dan lapang dada, tidak emotif atau egosentris, rendah hati dan tidak fanatik buta, tetapi penuh toleransi terhadap hal-hal yang diketahuinya maupun yang belum diketahuinya.

6). Tidak Memihak pada Etik
Sikap tidak memihak pada etik dalam mempelajari ilmu maupun dalam dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, artinya bahwa ilmu itu tidak mempunyai tujuan untuk pada akhirnya membuat penilaian baik-buruk, karena hal itu adalah menjadi wewenang ilmu akhlak (Etika) yang menyangkut cara bertingkah laku. Tetapi ilmu memiliki tugas untuk mengumukakan apa yang betul (true) dan apa yang keliru (false) secara relative.

7). Menjangkau Masa Depan
Orang yang bersikap ilmoah itu mempunyai wawasan yang luas dan pandangan jauh ke depan (perspektif) serta berorientasi kepada tugasnya. Perkembangan teknologi dan pesatnya kebudayaan pada umumnya menarik perhatian para ilmuan dan karenanya ia berpandangan jauh ke masa depan. Sikap ini mendorong dirinya untuk selalu bersikap penasaran dalam mencari kebenaran (true) dan tidak puas dengan apa yangt ada padanya, juga tidak lekas berputus asa atau tidak kenal frustasi. Dia senantiasa membuat hipotesis – hipotesis, analisis-analisis, atau ramalan-ramalan ilmuah, tentang kemungkinan-kemungkinan itu bukan tentang kemutlakan-kemutlakan.
Hakikat ilmu tidak berhubungan dengan title profesi atau pangkat kedudukan tertentu. Hakikat keilmuan ditentukan oleh cara berpikir seseorang yang dilakukan menurut persyaratan-persyaratan keilmuan, namun demikian perlu diketahui bahwa ilmu pengetahuan hanya cukup mempelajari gejala alam semesta ini, tata aturan dan hokum-hukumnya, tanpa perlu mendari asal dan sebab musabab wujudnya dan dipandang sebagai suatu latihan dalam mencari menyusun, meresapkan dan menghayati nilai-nilai dasar yang bersifat nisbi (relatif) dan sementara (tentatif).
Jadi filsafat ilmu tidak bermaksud memutlakkan ilmu, tetapi mengkaji secara mendalam hakikat ilmu pengetahuan atau sains. dalam konteks ini, untuk mengetahui hakikat cara memperoleh pengetahuan perlu mendalami kajian epistemology ilmu. Dalam hal ini epistemology merupakan bagian dari spectrum kajian filsafat ilmu yang banyak mendapat perhatian para ilmuwan, karena berkenaan dengan hakikat sumber dan cara memperoleh sains.[7]












  


KESIMPULAN……..
Etika adalah ilmu yang kritis . ia tidak boleh dicampurkan dengan sebuah system moralitas . Etika adalah filsafat yang mempertanyakan dasar rasional system – system moralitas yang ada. Sebagai refleksi kritis etika sebagai moralitas muncul pertama kali di Yunani . pada saat itu masyarakat Yunani sedang mengalami semacam masa pancaroba social budaya . norma-norma dan nilai-nilai tradisional mulai dipertanyakan . dalam situasi seperti itu kebutuhan akan etika timbul . Etika membantu dalam mencari orientatasi terhadap norma-norma dan nilai-nilai yang ada , baik  yang tradisional ,maupun yang baru yang menewarkan diri sebagai alternative atau saingan.
Sikap ilmiah merupakan sikap yang harus dimiliki para ilmuan karena sikap ilmiah ini merupakan suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah. Sikap adalah manifestasi operasionalisasi jiwa. Berpikir termasuk tingkat kejiwaan manusia yang disebut kognisi yang terjadinya adalah kerena adanya kesadaran dalam dirinya yang memiliki kekuatan rohaniah. Oleh karena berpikir itu selalu mengarah dan diarahkan kepada suatu objek pemikiran, maka sikap ini merupakan penampakan dasar pokok bagi pemikiran ilmiah. Jadi ilmiah ini dapat dikatakan sebagai manifestasi operasionalisasi dari seseorang yang memiliki jiwa ilmiah. Dengan demikian jiwa ilmiah dapat diketahui dari sikap ilmiahnya sebagai keseluruhan dan pengejawantahan jiwa ilmiah.










[1] Franz Magnis-Suseno ,FILSAFAT sebagai ilmu kritis ,Yogyakarta,PENERBIT KANISIUS ,1992,hal 42.
[2] sunoto, FILSAFAT ILMU 1982, hllm. 6

[3] Kattsoff O Louis Pengantar Filsafat Aliih Bahasa Oleh Soejono Soemargono, (Jogjakarta: Tiara Wacana Yogya 2003), Cet. Ke-8, H.344
[4] Prof.Dr.Syafaruddin,M.pd.,Filsafat Ilmu,Medan,ciptapustaka,2008,hal 181-184.
[5] M. Amril Etika Islam Telaah Pemikiran Filsafat Moral Raghib Al-Isfahani, (Jogjakarta:Pustaka Pelajar 2002) Cet. Ke 2.
[6] M. Amril Etika Islam Telaah Pemikiran Filsafat Moral Raghib Al-Isfahani, (Jogjakarta:Pustaka Pelajar 2002) Cet. Ke 2.

[7] Prof.Dr.Syafaruddin,M.Pd.,FILSAFAT ILMU,Bandung, citapustaka media printis,2008,hal 157-163.