BAB I
Pendahuluan
A.
LATAR BELAKANG
Mempelajari filsafat berarti include
mempelajari sederet tokoh ahli dan pikiran-pikiran yang diproklamirkannya.
Namun perlu ditegaskan pikiran-pikiran dimaksud adalah suatu pikiran yang
disebut pikiran filsafat. Karena tidak semua aktifitas berfikir tidak bisa disebut
berfikir filsafat. Profesor Cecep Sumarna dalam bukunya, Filsafat
Ilmu dari Hakikat menuju Nilai, telah memberikan
batasan-batasan suatu pikiran disebut berfikir filsafat, yaitu :
1.
Radikal
2.
Sistemik
3.
Universal
Melalui berfikir filsafat seperti itulah banyak persoalan dan
pertanyaan-prtanyaan dari yang ada dan yang tidak ada tapi ada bisa dicarikan
jawabannya. Dalam tataran ini cukup dimengerti apabila produk pemikiran
filsafat mempengaruhi dan menjadi idiologi suatu masyarakat dari yang terkecil
sampai dalam bentuknya yang paling besar yaitu Negara. Nalar ini dapat dilihat
dari makna filsafat yang diurmuskan kepada dua hal: Pertama, filsafat
sebagai teori dan, Kedua, filsafat sebagai jalan
hidup.
Dalam maknanya seperti itu, dapatlah dijelaskan bahwa filsafat
telah memberikan konsep-kosep metafisik dan kosmis yang bergerak di jagat raya
ini dan merupakan dasar dari perenungan, pencarian dalam filsafat. Sebagaiman
telah menjadi dasar pemikiran filsafat, bahwa ada tiga hal besar dan cabang
utama dalam filsafat yaitu; ontology, efistimologi dan aksiologi.
Bagaimanakah persoalan filsafat ini memberi makna teoritis dan
makna jalan hidup bagi manusia dalam tulisan ini akan dicoba untuk
menguraikannya, namun demikian pembahasan lebih dikhususkan dalam persoalan
aksiologinya. Berikut ini uraiannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ETIKA DALAM FILSAFAT ILMU
1.
Pengertian Etika
Etika
adalah ilmu yang kritis . ia tidak boleh dicampurkan dengan sebuah system
moralitas . Etika adalah filsafat yang mempertanyakan dasar rasional system –
system moralitas yang ada. Sebagai refleksi kritis etika sebagai moralitas
muncul pertama kali di Yunani . pada saat itu masyarakat Yunani sedang
mengalami semacam masa pancaroba social budaya . norma-norma dan nilai-nilai
tradisional mulai dipertanyakan . dalam situasi seperti itu kebutuhan akan
etika timbul . Etika membantu dalam mencari orientatasi terhadap norma-norma
dan nilai-nilai yang ada , baik yang
tradisional ,maupun yang baru yang menewarkan diri sebagai alternative atau
saingan. [1]
Etika
juga ilmu yang membahas perbuatan
manusia baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh
pikiran manusia. Etika disebut pula akhlak atau disebut pula moral. Apabila
disebut “akhlaq” berasal dari bahasa Arab. Apabila disebut moral berarti adat
kebiasaan. Istilah moral berasal dari bahsa Latin Mores.Tujuan mempelajari etika adalah untuk mendapatkan konsep yang sama
mengenai penilaian baik dan buruk bagi semua manusia dalam ruang dan waktu
tertentu. Etika biasanya disebut ilmu pengetahuan normatif sebab etika
menetapkan ukuran bagi perbuatan manusia dengan penggunaan norma tentang baik
dan buruk.
Menurut Sunoto (1982) etika dapat dibagi
menjadi etika deskriptif dan etika normatife. Etika deskriptif hanya
melukiskan, menggambarkan, menceritakan apa adanya, tidak memberikan penilaian,
tidak mengajarkan bagaimana seharusnya berbuat. Contohnya sejarah etika. Adapun
etika normatif sudah memberikan penialaian yang baik dan yang buruk, yang harus
dikerjakan dan yang tidak harus dikerjakan. Etika Normatif dapat dibagi menjadi
dua yaitu etika umum dan etika khusus. Etika Umum membicrakan
prinsip-prinsip umum, seperti apakah nilai, motivasi suatu perbuatan,
suara hati, dan sebagainya. Etika Khusus adalah pelaksanaan prinsip-prinsip
umum, seperti etika pergaulan, etika dalam pekerjaan, dan sebagainya. [2]
Adapula yang mengajukan penggolongan filsafat kedalam tujuh
persoalan, seperti H. De Vos sebagai berikut:
1. Metafisika
2. Logika
3. Ajaran tentang ilmu pengetahuan
4. Filsafat alam Filsafat kebudayaan
Filsafat sejarah
5. Etika[3]
Ahmad tafsir, membuat penggolongan filsafat dengan istilah
sistematiak filsafat, menjelaskan sistematika filsafat biasanya terbagi atas
tiga cabang yaitu: Teori pengetahuan, teori hakikat dan teori nilai (etika). Sebagai seorang
islam,tentu saja pilihan etika adalah etika islam .hal ini bukan karena
konsekuensi iman saja tetapi juga karena etika Islam bukan sekedar teori tetapi
juga pernah dipraktikkan oleh sejumlah manusia dalam suatu zaman sehingga
mereka muncul sebagai peyelemat dunia dan pelopor peradaban . Etika Islam
berbeda dengan etika lain , mempunyai sosok dalam diri Muhammad SAW menjadi
teladan yang indah dalam konteks etika islam (Rahmat 1989:160).[4]
Dari sejumlah fenomena
alam yang teramati seorang ilmuan memiliki masalah mana yang patut mendapatkan
perhatian .bila masalah ini telah diidentifikasikan dan dirumuskan lebih lebih
tegas, maka dilakukan proses pengamatan dan pengamatan dan pengukuran ditarik
kesimpulan yang boleh jadi berbentuk pengujian teori. Bila teori ini digunakan
untuk memecahkan masalah-masalah praktis atau membimbing kegiatan
operasional,maka berarti kita sudah masuk ke dalam penerapan
ilmu,kita akan melihat bahwa dalam seluruh tahap ini etika tidak dapat
diabaikan ,tau dipinggirkan.
Dengan
rumusan ruanglingkup filsafat sebagaimana diuraikan di atas, menjelaskan bahwa
salah satu kajian besar dalam filsafat adalah persoalan etika dan juga
estetika, yang dalam beberapa hal sering pula disepadankan dengan sopan santun
atau moral.
2.
Macam-macam etika
Berbagai
keterangan di atas, telah menjelaskan pemaknaan etika yang mencakupi tataran
filosofis hal ini karena etika adalah merupakan bagian kajian kefilsafatan.
Dalam waktu yang bersamaan kajian tidak bias dilakukan tanpa menyangkutkannya
dengan tataran perksisnya yaitu tindakan manusia itu sendiri. Dalam konteksnya
yang seperti itu, studi etika atau fisafat moral ini, dikatagorikan kedalam
rumusan-rumusan sebagai berikut:
Cecep sumarna membagi
kajian filsafat etika kedalam:
a. Etika normatif, etika yang mengkaji tentang baik buruknya
tingkah laku.
b. Etika
praktis, kajian etika biasanya
menyangkut soal tindakan yang harus dilakukan oleh manusia.[5]
Louis O.
Kattsoff bahkan telah megkatagorikan kajian filsafat etika ini menjadi
tiga macam.
a. Etika deskriptif,
yaitu melukiskan predikat-predikat dan tanggapantanggapan kesusilaan yang telah
diterima dan dipergunakan
b. Etika Normatif,
yaitu yang bersangkutan degan penyaringan ukuran-ukuran kesusilaan yang khas.
c. Etika praktis,
yaitu menyangkut hal yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat berdasarkan
pilihan terbaik dalam melakukan suatu tindakan. Macam ini lebih mirip dengan
apa yang disebut dengan etika terapan.
3.
Aliran-Aliran Etika
Ada beberapa teori
etika, Endang saefuddin Anshari misalnya menyebutkan ada enam aliran penting
dalam persoalan etika yaitu:
1. Aliran etika Naturalisme, ialah aliran aliran
yang beranggapan bahwa kebahagiaan manusia itu didapatkan dengan menurutkan
panggilan natura (fitrah) kejadian manusia sendiri.
2. Aliran etika hedonism, ialah aliran yang
berpendapat bahwa perbuatan susila itu adalah perbuatan yang menimbulkan hedone
(kenikmatan dan kelezatan)
3. Aliran etka utilitarianisme ialah aliran yang
menilai baik dan buruknya perbuatan manusia itu ditinjau dari besar kecil dan
besarnya manfa’at bagi manusia.
4. Aliran etika idealism, yaitu aliran yang
berpendirian bahwa perbuatan manusia janganlah terikat pada sebab musabab
lahir, tetapi haruslah berdasarkan pada prinsif kerohanian (idea) yang lebih
tinggi.
5. Aliran etika vitalisme, yaitu aliran yang
menilai baik dan buruknya perbuatan manusia itu ada tidak adanya daya hidup
(vital) yang maksimum mengendalikan perbuatan itu.
6. Aliran etika theologies, yaitu aliran yang
berkeyakinan bahwa ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia itu dinilai
dengan sesuai dan tidaknyasesuainya dengan perinah Tuhan (Theos=tuhan). Nilai
dalam hal ini ditentukan oleh Tuhan (Islam).
4.
Etika dan moral
Seperti banyak disinggung sebelumnya, ada
penyepadanan antara etika dengan moral, norma-norma dan juga etika.
Penyepadanan ini seringkali ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Pada
kenyataannya pada masing-masing istilah khususnya moral dan etika terdapat
perbedaan yang justru cukup signifikan. Dalam buku Etika Islam Telaah Pemikiran
Filsafat Moral Raghib Al-Isfahani, K.Bertens seperti dikutip oleh Amril M.
menuliskan bahwa moral itu adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Seperti K.Bertans, Loren Bagus juga menuliskan
bahwa moral diantaranya menyangkut persoalan kegiatan-kegiatan manusia yang
dipandang sebagai baik-dan buruk, benar salah, tepat tidak tepat, atau
menyangkut cara seseorang bertingkah laku dalam hubungan dengan orang lain.[6]]
Sama
seperti pengertian di atas. Frans Magis Suseno, seperti di ulas oleh Cecep
Sumarna menjelaskan bahwa moral dengan etika itu berbeda. Moral lebih cenderung
parsial dan biasanya dianut dan diikuti oleh setiap komunitas masyarakat yang
juga parsial Lebih luas lagi dijelaskan bahwa moral selalu mengacu pada
benar salahnya manusia dalam melakukan tindakanperilakunya sebagai manusia.
Moral adalah bidang kehidupan diloihat dari segi kebaikan dan keburukannya
sebagai manusia.
Sedangkan
etika memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan moral. Etika atau
filsafat moral selain seorang dituntut dapat berprilaku sesuai dengan
norma-norma atau nilai-nilai tertentu, melainkan juga dituntut mampu mengetahui
dan memahami system, alas an-alasan dan dasar-dasar moral serta
konsep-konsep secara rasional guna mencapai kehidupan yang lebih baik
Etika
bedanya dari moral adalah merupakan konsepsi metaetika(pemikiran kritis yang
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan mengenai moral), ia
adalah ilmu bukan suatu ajaran, etika tidak mengajarkan bagaimana bagaimana
manusia hidup melainkan memberikan pengertian-pengertian mengapa manusia harus
mengakui suatu moral tertentu. Oleh karena itu disini letak fungsinya etika
yaitu untuk mensistematisasi moralitas atau dapat juga disebut metode untuk
memahami ajaran moral. Oleh karena itu yang dihasilkan etika bukan kebaikan
secara langsung melainkan suatu pengertian yang mendasar dan kritis.
B.
Sikap Ilmiah
Sikap ilmiah merupakan sikap yang harus
dimiliki para ilmuan karena sikap ilmiah ini merupakan suatu sikap yang
diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah. Sikap adalah manifestasi
operasionalisasi jiwa. Berpikir termasuk tingkat kejiwaan manusia yang disebut
kognisi yang terjadinya adalah kerena adanya kesadaran dalam dirinya yang
memiliki kekuatan rohaniah. Oleh karena berpikir itu selalu mengarah dan
diarahkan kepada suatu objek pemikiran, maka sikap ini merupakan penampakan
dasar pokok bagi pemikiran ilmiah. Jadi ilmiah ini dapat dikatakan sebagai
manifestasi operasionalisasi dari seseorang yang memiliki jiwa ilmiah. Dengan
demikian jiwa ilmiah dapat diketahui dari sikap ilmiahnya sebagai keseluruhan
dan pengejawantahan jiwa ilmiah. Sikap ilmiah ini antara lain Nampak pada sikap
, yaitu:
1). Objektif
Sikap objektif ini diartikan sebagai sikap menyisihkan prasangka
– prasangka pribadi (personal bias) atau kecenderungan
yang tidak beralasan. dengan kalimat lain, dapat melihat secara riil apa asanya
mengenai kenyataan objek. Karena dalam suatu penyelididikan yang dipentingkan
adalah objeknya, maka pengeruh subjek dalam membuat deskripsi, analisis dan
hipotesis seharusnya dilepaskan jauh-jauh. Walaupun tidaklah mungkin kita
menemukan objektivitas yang absolute sebab ilmu itu sendiri merupakan banyaknya
akan ituk mewarnainya tetapi sikap objektif ini sekurang-kurangnya , minimal
dapat memperkecil pengaruh perasaannya sendiri dan mempersempit prangka sikap
tanpa pamrih. Sebab betapapun kecilnya pamrih yang tersertakan dalam suatu
penijauan tentu dapat memutar balikkan keadaan yang sebenarnya , bahkan
menimbulkan arbitrarisme atau sliptisisme.
2). Serba relatif
Ilmiah tidak mempunyai maksud untuk mencari kebenaran mutlak.
Ilmu tidak mendasarkan kebenaran ilmiahnya atas beberapa postulat yang secara
apriori dalam ilmu sering digunakan oleh teori-teori lain. Dan terutama untuk
mengugurkan teori-teori sebelumnya yang sudah diterima.
3). Skeptis
Adapun yang termasuk sikap skeptic adalah selalu ragu terhadap pernyataan
–pernyataan yang belum cukup kuat dasar bukti, fakta-fakta maupun persaksian-
persaksian autoritas dengan diikuti sikap untuk dapat menyusun
pemikiran-pemikiran baru. Atau sikap ini diatikan juga sebagai sikap tidak
cepat puas dengan jawaban tunggal. Kemudian ditelitinya lagi guna
membanding-bandingkan fenomena-fenomena yang serupa tentang hokum alam,
hipotesis, teori, dugaan, dan atau pendapat pendapat bahkan yang lebih actual
lagi .
4) . Kesabaran
Intelektual
Sikap sanggup menahan diri dan kuat untuk tidak menyerah kepada
tekanan-tekanan maupun intimidasi agar kita menyatakan suatu pendirian ilmiah
karena agar kita menyatakan suatu pendirian ilmiah karena memang belum tuntas
dan belum cukup lengkap hasil penelitian kita tentang sesuatu objek kajian ilmiah
adalah sikap utama ahli ilmu.
5). Kesederhanaan
Sebagai sikap ilmiah, maka kesederhanaan adalah sikap yang
ditampilkan dalam cara berpikir, mengemukakan pendapat dan cara pembuktian.
Sikap sederhana adalah sikap tengah-tengah antara kesombongan intelektual dan
stagnasi atau antara superioritas. Termasuk sikap sederhana adalah sikap
terbuka bagi semua kritikan, berjiwa dan lapang dada, tidak emotif atau
egosentris, rendah hati dan tidak fanatik buta, tetapi penuh toleransi terhadap
hal-hal yang diketahuinya maupun yang belum diketahuinya.
6). Tidak Memihak pada
Etik
Sikap tidak memihak pada etik dalam mempelajari ilmu maupun
dalam dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, artinya bahwa ilmu itu tidak
mempunyai tujuan untuk pada akhirnya membuat penilaian baik-buruk, karena hal
itu adalah menjadi wewenang ilmu akhlak (Etika) yang menyangkut cara bertingkah
laku. Tetapi ilmu memiliki tugas untuk mengumukakan apa yang betul (true) dan apa yang keliru (false) secara relative.
7). Menjangkau Masa
Depan
Orang yang bersikap ilmoah itu mempunyai wawasan yang luas dan
pandangan jauh ke depan (perspektif) serta berorientasi kepada tugasnya.
Perkembangan teknologi dan pesatnya kebudayaan pada umumnya menarik perhatian
para ilmuan dan karenanya ia berpandangan jauh ke masa depan. Sikap ini
mendorong dirinya untuk selalu bersikap penasaran dalam mencari kebenaran
(true) dan tidak puas dengan apa yangt ada padanya, juga tidak lekas berputus
asa atau tidak kenal frustasi. Dia senantiasa membuat hipotesis – hipotesis,
analisis-analisis, atau ramalan-ramalan ilmuah, tentang kemungkinan-kemungkinan
itu bukan tentang kemutlakan-kemutlakan.
Hakikat ilmu tidak berhubungan dengan title profesi atau pangkat
kedudukan tertentu. Hakikat keilmuan ditentukan oleh cara berpikir seseorang
yang dilakukan menurut persyaratan-persyaratan keilmuan, namun demikian perlu
diketahui bahwa ilmu pengetahuan hanya cukup mempelajari gejala alam semesta
ini, tata aturan dan hokum-hukumnya, tanpa perlu mendari asal dan sebab musabab
wujudnya dan dipandang sebagai suatu latihan dalam mencari menyusun, meresapkan
dan menghayati nilai-nilai dasar yang bersifat nisbi (relatif) dan sementara
(tentatif).
Jadi filsafat ilmu tidak bermaksud memutlakkan ilmu, tetapi
mengkaji secara mendalam hakikat ilmu pengetahuan atau sains. dalam konteks
ini, untuk mengetahui hakikat cara memperoleh pengetahuan perlu mendalami
kajian epistemology ilmu. Dalam hal ini epistemology merupakan bagian dari
spectrum kajian filsafat ilmu yang banyak mendapat perhatian para ilmuwan,
karena berkenaan dengan hakikat sumber dan cara memperoleh sains.[7]
KESIMPULAN……..
Etika adalah ilmu yang
kritis . ia tidak boleh dicampurkan dengan sebuah system moralitas . Etika
adalah filsafat yang mempertanyakan dasar rasional system – system moralitas
yang ada. Sebagai refleksi kritis etika sebagai moralitas muncul pertama kali
di Yunani . pada saat itu masyarakat Yunani sedang mengalami semacam masa
pancaroba social budaya . norma-norma dan nilai-nilai tradisional mulai dipertanyakan
. dalam situasi seperti itu kebutuhan akan etika timbul . Etika membantu dalam
mencari orientatasi terhadap norma-norma dan nilai-nilai yang ada , baik yang tradisional ,maupun yang baru yang
menewarkan diri sebagai alternative atau saingan.
Sikap ilmiah merupakan
sikap yang harus dimiliki para ilmuan karena sikap ilmiah ini merupakan suatu
sikap yang diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah. Sikap adalah
manifestasi operasionalisasi jiwa. Berpikir termasuk tingkat kejiwaan manusia
yang disebut kognisi yang terjadinya adalah kerena adanya kesadaran dalam
dirinya yang memiliki kekuatan rohaniah. Oleh karena berpikir itu selalu
mengarah dan diarahkan kepada suatu objek pemikiran, maka sikap ini merupakan
penampakan dasar pokok bagi pemikiran ilmiah. Jadi ilmiah ini dapat dikatakan
sebagai manifestasi operasionalisasi dari seseorang yang memiliki jiwa ilmiah.
Dengan demikian jiwa ilmiah dapat diketahui dari sikap ilmiahnya sebagai
keseluruhan dan pengejawantahan jiwa ilmiah.
[1] Franz
Magnis-Suseno ,FILSAFAT sebagai ilmu kritis ,Yogyakarta,PENERBIT KANISIUS
,1992,hal 42.
[3] Kattsoff O Louis Pengantar Filsafat Aliih Bahasa Oleh Soejono
Soemargono, (Jogjakarta: Tiara Wacana Yogya 2003), Cet. Ke-8, H.344
[4]
Prof.Dr.Syafaruddin,M.pd.,Filsafat Ilmu,Medan,ciptapustaka,2008,hal 181-184.
[5] M. Amril Etika Islam Telaah Pemikiran Filsafat
Moral Raghib Al-Isfahani, (Jogjakarta:Pustaka Pelajar 2002)
Cet. Ke 2.
[6] M. Amril Etika Islam Telaah Pemikiran Filsafat
Moral Raghib Al-Isfahani, (Jogjakarta:Pustaka Pelajar 2002)
Cet. Ke 2.
[7]
Prof.Dr.Syafaruddin,M.Pd.,FILSAFAT ILMU,Bandung, citapustaka media printis,2008,hal
157-163.